Penjurusan IPA ,IPS, Bahasa Mau Diadakan Lagi, Guru Besar Unair: Sistem Usang
- Senin, 28 April 2025
- Editor

Jakarta - Rencana pengembalian sistem penjurusan di tingkat pendidikan menengah SMA/sederajat disampaikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti beberapa waktu lalu. Sementara itu, penghapusan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa belum genap setahun diterapkan sejak tahun ajaran 2024/2025 di masa jabatan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek).
Kembalinya penjurusan di SMA/sederajat juga berkaitan dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang akan digelar bagi siswa kelas 12. TKA tidak bersifat wajib, tetapi akan menjadi bahan pertimbangan diterima di perguruan tinggi jalur nontes seperti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) sebagai pengganti rapor.
"Jurusan akan kita hidupkan lagi, IPA, IPS, Bahasa. Di TKA ada tes wajib Bahasa Indonesia dan Matematika," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah itu dalam Halalbihalal bersama Forum Wartawan Pendidikan di Perpustakaan Kemendikdasman, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
"Kalau jurusan IPA, boleh pilih Fisika, Kimia atau Biologi. Kalau IPS ada Akuntansi dan sebagainya," imbuh Mu'ti.
Penjurusan IPA, IPS, Bahasa Itu Sistem Usang
Merespons kembalinya penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang SMA dan sederajat, Guru Besar Sosiologi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Tuti Budirahayu Dra MSi mengatakan penjurusan model lama ini merupakan sistem usang yang diwariskan dari zaman kolonial.
Tuti menilai sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa selama ini justru kerap menutup peluang siswa untuk bisa berkembang secara utuh.
"Banyak siswa dipaksa masuk jurusan IPA (karena jurusan ini) dianggap lebih superior, padahal minat dan potensinya tidak di situ. Akhirnya saat masuk perguruan tinggi, mereka tidak bisa mengambil jurusan yang sesuai minat bakatnya," kata Tuti, dikutip dari Unair News, Sabtu (26/4/2025).
Sistem Pembelajaran Harusnya Fleksibel dan Adaptif
Tuti menilai pemerintah harus lebih progresif dan selaras dengan perkembangan zaman dalam merumuskan kebijakan penjurusan di jenjang pendidikan menengah. Menurut Tuti, sistem pembelajaran ideal untuk siswa SMA seharusnya fleksibel dan adaptif.
Ia menjelaskan, dalam hal ini perlu ada penyesuaian pada pengembangan minat, bakat, serta potensi akademik dan nonakademik siswa. Penyesuaian ini khususnya berkaitan dengan persiapan siswa untuk memilih jurusan di pendidikan tinggi nanti.
"Penjurusan seperti IPA, IPS, dan Bahasa perlu dikaji ulang. Seharusnya pemerintah menyusun kebijakan pendidikan yang lebih progresif dan selaras perkembangan zaman, termasuk memperhatikan ketersediaan sarana, prasarana, serta sumber daya guru," kata Tuti.
Bandingkan Penjurusan di Negara Maju
Ia mencontohkan, sistem pembelajaran di negara-negara maju tidak lagi dikotak-kotakkan ke dalam beberapa jurusan saja. Di Singapura, misalnya, siswa dapat memilih mata pelajaran lintas bidang. Di Amerika Serikat, siswa bebas memilih mata pelajaran sesuai minat dan rencana karier karena tak ada lagi sistem penjurusan formal.
Sementara itu di Jerman dan Jepang, ada juga pilihan jalur akademik atau vokasi. Model pendidikan dual system yang tersedia di negara maju ini menggabungkan pembelajaran di sekolah dengan pelatihan kerja.
"Dengan sistem seperti itu, apa yang dipelajari siswa ketika di SMA akan lebih relevan dengan bidang yang ingin mereka dalami di perguruan tinggi," kata Tuti.
Sarankan Blueprint Pendidikan Nasional
Tuti mengatakan kebijakan pendidikan nasional juga sebaiknya dirancang dalam jangka panjang sebagai blueprint atau cetak biru. Rencana terperinci pembangunan dan pengembangan pendidikan jangka panjang ini diharapkan jadi pedoman yang akan diikuti pemerintahan selanjutnya.
Ia mencontohkan, ketiadaan cetak biru pendidikan nasional memungkinkan munculnya kebijakan populis tanpa evaluasi mendalam, seperti program Sekolah Rakyat. Tuti menilai program ini justru berpotensi mengorbankan sekolah-sekolah dengan keterbatasan fasilitas.
Sementara itu, merespons wacana penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), Tuti menyatakan tidak keberatan. Syaratnya, alat validasi rapor ini perlu mampu untuk mengukur potensi akademik siswa secara valid dan akurat.
Tuti menekankan agar pemerintah tidak membuat kebijakan yang tumpang tindih, tidak mengakar, dan tidak didasarkan atas kajian dan data menyeluruh. Ia menambahkan, pemerintah perlu berani berinovasi dan mereformasi pendidikan untuk jangka panjang.
"Jangan sampai setiap pergantian rezim, lalu berganti menteri, kebijakan ikut berubah. Pendidikan harus punya arah yang jelas dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya serta tujuan pendidikan nasional, setidaknya untuk 25 hingga 50 tahun ke depan," ucapnya.
(https://www.detik.com/edu/sekolah/d-7886898/penjurusan-ipa-ips-bahasa-mau-diadakan-lagi-guru-besar-unair-sistem-usang)
Komentari Tulisan Ini
Artikel Terkait

Pemkot Balikpapan dan TNI Keruk DAS Ampal, Antisipasi Banjir Besar Jelang Musim Hujan di Jalan Beller dan MT Haryono
Jum'at, 09 Mei 2025

Ratusan Pekerja di Balikpapan Kena PHK, Proyek Startegis Nasional Rekrut Tenaga Kerja Outsourcing
Jum'at, 09 Mei 2025