9 Daftar Wali Songo dan Jejak Penyebaran Islam di Indonesia
- Selasa, 04 Februari 2025
- Editor

Jakarta - Wali Songo adalah sebutan bagi sembilan tokoh penting dalam penyebaran Islam di Indonesia. Wali Songo sangat dikenal sebab berperan penting dalam penyebaran Islam terutama di Pulau Jawa.
Wali Songo berasal dari dua kata, yaitu 'wali' dalam bahasa Arab yang berarti penolong atau pencinta, dan 'songo' dalam bahasa Jawa yang berarti sembilan. Hal ini dijelaskan dalam buku Kisah Teladan Walisongo oleh M. Faizi, bahwa artinya Wali Songo adalah sembilan orang yang berperan sebagai penolong atau pencinta.
Penyebaran Islam di Jawa berlangsung ketika Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran dan digantikan oleh berdirinya Kerajaan Demak. Pada masa itu, Wali Songo bertugas menyebarkan ajaran Islam di berbagai wilayah dengan metode dakwah yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
Masyarakat Jawa sering menyebut mereka dengan gelar 'Sunan', yang dalam bahasa Jawa merupakan sebutan bagi seseorang yang dihormati. Wali Songo diartikan sebagai sosok yang telah mencapai tingkat spiritual tinggi, serta memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran Islam.
Jejak Wali Songo Menyebarkan Islam di Indonesia
Masuknya Islam ke Nusantara telah terjadi sejak lama, meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu pastinya. Zulham Farobi dalam bukunya yang berjudul Sejarah Wali Songo, menuliskan sebagian sejarawan berpendapat bahwa Islam sudah hadir pada abad ke-7 Masehi langsung dari Arab.
Tapi ada pula yang beranggapan bahwa Islam masuk sekitar abad ke-9, 11, hingga 13 Masehi. Perbedaan ini muncul karena variasi bukti sejarah dan metode penelitian yang digunakan oleh masing-masing ahli sejarah.
Di lain sisi, perkembangan Islam di Nusantara sangat berkaitan erat dengan peran para ulama yang hidup pada masa itu. Walisongo adalah tokoh yang sangat berjasa dalam proses islamisasi di Jawa.
Para wali ini berperan besar dalam menyebarkan Islam dan menjadi panutan bagi masyarakat Muslim di Jawa. Keberhasilan mereka dalam berdakwah tidak lepas dari pendekatan yang unik, serta sikap mereka yang ramah dan terbuka terhadap masyarakat setempat.
Proses islamisasi berlangsung secara damai, dengan sedikit sekali perlawanan dari masyarakat setempat. Salah satu strategi dakwah yang diterapkan Walisongo adalah menggunakan pendekatan budaya.
Kesembilan wali mengadaptasi seni dan budaya lokal, seperti wayang, tembang Jawa, gamelan, serta berbagai upacara adat yang dipadukan dengan nilai-nilai Islam. Selain itu, mereka juga memasukkan ajaran Islam ke dalam unsur-unsur budaya Hindu-Buddha yang masih dianut oleh masyarakat saat itu, sehingga tercipta harmoni antara kepercayaan lama dan ajaran Islam yang baru.
Selain sebagai ulama, para wali juga menjadi pemimpin agama Islam di wilayah tempat mereka berdakwah. Dengan jumlah pengikut yang cukup banyak, mereka dihormati dan disegani oleh masyarakat setempat. Berkat perjuangan mereka, Islam berhasil menyebar ke seluruh Pulau Jawa dan kemudian ke berbagai daerah lain di Nusantara.
9 Daftar Wali Songo dan Tugasnya
Dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas XII karya Drs. Imam Subchi, MA, disebutkan bahwa istilah Walisongo berarti sembilan orang yang telah mencapai tingkat wali, yaitu derajat spiritual yang tinggi. Istilah ini juga diartikan sebagai orang-orang yang mampu mengendalikan sembilan lubang dalam tubuh manusia (babahan hawa sanga), yang melambangkan pengendalian diri dalam ajaran Islam.
Kesembilan wali ini biasanya dikenal berdasarkan daerah tempat tinggal atau tempat dakwah mereka. Setiap wali memiliki peran dan strategi dakwahnya masing-masing dalam menyebarkan Islam, khususnya di Pulau Jawa. Berikut sosoknya:
1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Maulana Malik Ibrahim, yang lebih dikenal sebagai Sunan Gresik, diperkirakan lahir di Uzbekistan, Asia Tengah. Saat pertama kali tiba di Jawa, ia memilih Desa Sembalo sebagai tempat dakwahnya, sebuah wilayah yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Zulham Farobi dalam bukunya juga menuliskan bahwa daerah Majapahit itu dikenal sebagai Leran, Kecamatan Manyar, yang berlokasi sekitar 9 kilometer di utara Kota Gresik.
Sunan Gresik diyakini sebagai tokoh pertama yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Meskipun bukti sejarah yang ada belum dapat memberikan kepastian, diperkirakan ia tiba di Gresik pada tahun 1404 Masehi.
Perjalanan dakwahnya berlangsung hingga wafat pada tahun 1419 Masehi, saat Majapahit masih menjadi kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur. Pada masa itu, sebagian besar masyarakat masih menganut agama Hindu dan Buddha, sesuai dengan keyakinan raja yang berkuasa.
Dikenal sebagai sosok yang ramah dan penuh kedamaian, Sunan Gresik tidak hanya bersikap baik kepada umat Islam, tetapi juga kepada pemeluk agama Hindu dan Buddha. Sifatnya yang lembut dan pendekatan yang penuh toleransi menarik perhatian masyarakat setempat, sehingga banyak di antara mereka yang secara sukarela memeluk Islam dan menjadi pengikutnya.
Selain dikenal sebagai penyebar Islam, Sunan Gresik juga memiliki keahlian di bidang pertanian dan pengobatan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa sejak kehadirannya di Gresik, hasil pertanian masyarakat meningkat pesat. Dalam bidang kesehatan, ia sering membantu menyembuhkan penyakit dengan menggunakan ramuan alami dari tumbuhan tertentu.
Setelah mendirikan tempat pendidikan agama di Leran, Sunan Gresik wafat pada tahun 1419 Masehi. Makamnya terletak di Kelurahan Gapurosukolilo, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Hingga kini, makamnya tetap menjadi tempat ziarah yang banyak dikunjungi oleh peziarah dari berbagai daerah.
2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Sunan Ampel, yang memiliki nama asli Raden Rahmat, merupakan putra dari Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik). Ia tiba di Pulau Jawa pada tahun 1443 Masehi bersama adiknya, Sayid Ali Murtadho.
Nama 'Ampel' berasal dari wilayah Ampel Denta, sebuah daerah rawa yang diberikan kepadanya sebagai hadiah oleh raja Majapahit. Di tempat ini, Sunan Ampel memulai dakwahnya dengan mendirikan Pesantren Ampel Denta, yang berlokasi di dekat Surabaya.
Sunan Ampel wafat pada tahun 1491 Masehi dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya. Hingga kini, makamnya menjadi salah satu tempat yang sering dikunjungi para peziarah.
3. Sunan Bonang (Raden Makdum Ibrahim)
Sunan Bonang merupakan putra dari Sunan Ampel sekaligus cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim.
Pada awalnya, ia menyebarkan ajaran Islam di Kediri, sebuah wilayah yang saat itu mayoritas penduduknya masih menganut agama Hindu. Setelah itu, Sunan Bonang menetap di Desa Bonang, Lasem, Jawa Tengah. Di tempat tersebut, ia mendirikan pesantren yang dikenal dengan nama Watu Layar sebagai pusat dakwah dan pendidikan Islam.
4. Sunan Drajat (Raden Qasim)
Sunan Drajat memiliki nama asli Raden Qasim, yang kemudian diberi gelar Raden Syarifuddin. Diperkirakan ia lahir pada tahun 1470 Masehi.
Sunan Drajat adalah putra dari Sunan Ampel dan juga saudara kandung dari Sunan Bonang. Ia dikenal sebagai sosok yang cerdas dalam menyebarkan ajaran Islam.
Dalam menyebarkan dakwahnya, Sunan Drajat menetap di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur. Nama desa tersebut kemudian menjadi asal dari gelar yang disandangnya, yaitu Sunan Drajat.
Selama menjalankan misi dakwahnya, ia membangun mushola atau surau yang digunakan sebagai tempat mengajarkan ajaran Islam kepada masyarakat sekitar.
5. Sunan Kalijaga (Raden Mas Said)
Sunan Kalijaga adalah salah satu anggota Wali Songo yang paling dikenal di antara sembilan wali lainnya. Sejak kecil, ia bernama Jaka Said dan juga sering disebut sebagai Raden Mas Said. Diperkirakan, ia lahir pada tahun 1401.
Berbeda dengan beberapa wali lainnya, Sunan Kalijaga tidak menetap di satu tempat dalam berdakwah. Ia dikenal sebagai seorang mubalig keliling yang menyebarkan Islam di berbagai daerah.
Sunan Kalijaga diperkirakan memiliki umur lebih dari 100 tahun. Selama hidupnya, ia sempat tinggal cukup lama di Kadilangu, Demak, dan memiliki peran penting dalam pembangunan Masjid Agung Demak.
6. Sunan Muria (Raden Prawoto)
Sunan Muria adalah putra dari Sunan Kalijaga. Bernama kecil Raden Prawoto, dikenal dengan nama Sunan Muria karena menetap di lereng Gunung Muria, sekitar 18 kilometer di utara Kota Kudus, Jawa Tengah.
Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Muria memiliki pendekatan yang berbeda dari ayahnya. Ia lebih memilih berdakwah di daerah terpencil dan jauh dari pusat kota. Dakwahnya menyasar para pedagang, nelayan, pelaut, dan rakyat biasa.
Dengan pendekatan yang merakyat, ia menyebarkan Islam ke berbagai daerah pedesaan di Pulau Jawa, termasuk Jepara, Tayu, Juana, serta wilayah sekitar Kudus dan Pati. Salah satu metode dakwahnya adalah melalui seni, seperti menciptakan lagu Sinom dan Kinanti, yang dimainkan dengan gamelan sebagai media penyebaran ajaran Islam.
Sunan Muria hidup pada masa Kesultanan Demak dan sering menjadi penengah dalam konflik internal kerajaan berkat kebijaksanaan serta kematangan pribadinya. Meskipun tidak banyak data pasti mengenai tanggal lahir dan wafatnya, diperkirakan ia hidup pada abad ke-15 hingga ke-16 Masehi.
8. Sunan Kudus (Ja'far Shodiq)
Sunan Kudus, yang memiliki nama asli Ja'far Shodiq. Ia lahir, besar, dan wafat di Kota Kudus, Jawa Tengah.
Dalam menyebarkan agama Islam, ia menghadapi tantangan karena masyarakat setempat masih menganut Hindu dan Buddha. Oleh karena itu, Sunan Kudus menggunakan pendekatan dakwah yang menghargai adat dan tradisi yang telah lama dianut oleh warga.
Salah satu contohnya terlihat pada arsitektur masjid yang dibangunnya, yang memiliki kemiripan dengan candi Hindu. Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 saat menjadi imam salat Subuh di Masjid Menara Kudus. Makamnya terletak di kawasan masjid tersebut.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan Gunung Jati dihormati oleh raja-raja di Jawa, seperti Demak dan Pajang, karena kemampuannya sebagai pemimpin sekaligus ulama. Ia adalah satu-satunya anggota Wali Songo yang juga menjabat sebagai raja, sehingga dikenal dengan gelar Raja Pandita.
Menyadur dalam buku Kisah Teladan Walisongo oleh M. Faizi, Sunan Gunung Jati lahir sekitar tahun 1448 M di Mekkah. Ia adalah putra Nyai Lara Santang, putri Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran, dan Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, seorang keturunan Bani Hasyim dari Palestina.
Sejak usia 14 tahun, ia mempelajari ilmu agama dari para ulama di Mesir dan sempat berkelana ke berbagai negara sebelum akhirnya kembali ke tanah Jawa. Setelah kembali, ia bertemu pamannya, Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana.
Setelah pamannya wafat dan dengan restu para ulama, Sunan Gunung Jati mengambil alih kepemimpinan di Cirebon. Ia kemudian mengembangkan Cirebon menjadi sebuah kesultanan, yang dikenal sebagai Kesultanan Pakungwati atau Kesultanan Cirebon.
Dalam berdakwah, Sunan Gunung Jati menggunakan metode yang tegas seperti yang dianut Sunan Ampel dan Sunan Drajat. Ia menunjukkan kepeduliannya terhadap rakyat dengan membangun infrastruktur, seperti jalan penghubung antarwilayah.
Ia juga memanfaatkan statusnya sebagai keturunan Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke berbagai daerah di Pasundan dan Priangan. Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, ia memperluas pengaruh Islam ke Banten. Penguasa setempat pun secara sukarela menyerahkan wilayahnya, yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.
Selain itu, Sunan Gunung Jati juga berperan dalam menyebarkan Islam ke wilayah Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Antara tahun 1525-1526, ia turut mengembangkan perdagangan Islam di Banten.
Salah satu jasanya yang besar adalah gagasan penyerangan ke Sunda Kelapa pada tahun 1527, yang dipimpin oleh menantunya, Faletehan (Fatahillah), seorang panglima Kerajaan Demak. Serangan ini berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.
Menjelang usia 90 tahun, Sunan Gunung Jati melepaskan jabatannya dan fokus pada dakwah, menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Pasarean. Ia wafat pada tahun 1568 dalam usia 120 tahun dan dimakamkan di Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer dari Kota Cirebon.
Nah itulah tadi nama-nama dan jejak ajarannya menyebarkan agama Islam, di Pulau Jawa. Sembilan wali yang dihormati ini menjalani perjalanan panjang sejak lahir hingga wafat. Semoga menambah pengetahuanmu, ya!
Baca artikel detikedu, "9 Daftar Wali Songo dan Jejak Penyebaran Islam di Indonesia" selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7761623/9-daftar-wali-songo-dan-jejak-penyebaran-islam-di-indonesia.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
Komentari Tulisan Ini